Peringatan Dini Tentang Gempa dan Tsunami
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mendesak pemerintah untuk membuat sistem peringatan dini tentang gempa dan tsunami. Sistem peringatan dini itu dibutuhkan di wilayah-wilayah rawan, seperti pantai Sumatra, pantai selatan Jawa, pantai selatan nusa Tenggara, dan pantai barat Papua.
Kepala Pusat Penelitian Geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dr Hery Harjono, Rabu (29/12) di Ghradika Bhakti Praja (Gubernuran) mengatakan, tsunami tidak bisa dicegah. Maka upaya yang bisa dilakukan adalah mempersiapkan masyarakat di daerah-daerah rawan untuk menghadapinya.
Masyarakat bisa diberi pengetahuan tentang tanda-tanda awal terjadinya tsunami. Gejala awal yang mudah dirasakan adalah gempa hebat dan air laut tiba-tiba surut.
Pada saat itu di tepi pantai memang banyak ikan terdampar. Namun hal itu jangan membuat warga sekitarnya sibuk mengumpulkan ikan, melainkan harus segera mengungsi. ''Sosialisasi seperti ini bisa dilakukan Pemda, dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi,'' kata dia.
Peringatan dini itu juga mencakup teknik-teknik evakuasi, jalur, dan tujuan pengungsian. Dengan cara itu, korban manusia akibat musibah semacam itu bisa diminimalkan.
Selain itu, peringatan dini juga membutuhkan dukungan peralatan pencatat gempa dan gelombang yang canggih, seperti yang digunakan negara-negara maju. Tanpa menyebutkan harganya, dia mengatakan alat-alat itu cukup mahal.
Kalau pemerintah bisa membeli, maka penempatan alat-alat itu diprioritaskan pada lokasi-lokasi yang paling rawan. Namun kalau tidak mampu, pemerintah bisa melakukan kerja sama internasional, termasuk membangun jaringan komunikasi. Dengan kerja sama semacam itu, Indonesia sebenarnya bisa memperoleh manfaat dari peralatan yang digunakan di negara-negara maju.
Dia mengatakan, saat terjadi gempa yang mencapai 9 skala magnitudo di Samudra Indonesia, pusat penelitian tsunami di Hawai sebenarnya sudah memperkirakan bahwa Aceh bakal diterjangan gelombang besar.
''Persoalannya, para ahli di pusat penelitian itu kesulitan menyampaikan informasi secara cepat pada warga dan pemerintah di wilayah yang bakal diterjang gelombang,'' kata dia.
LIPI sudah melakukan penelitian gempa sejak beberapa tahun lalu. Lokasi yang pernah dijadikan lahan penelitian itu, antara lain kepulauan di sebelah barat Sumatera. Pilihan lokasi itu karena wilayah itu memang sudah berkali-kali dilanda gempa.
Pulau Simelue pada tahun 2002 pernah diterjang gempa dengan skala 7,6 magnitudo, Nias pada tahun 1861 pernah dilanda gempa 8,5 skala Magnitudo, Kepulauan Batu tahun 1935 pernah diguncang gempa dengan skala 7,7 skala magnitudo, Siberut juga pernah dilanda gempa tahun 1600, Sipora tahun 1797 juga pernah mengalami hal serupa, Pagai tahun 1833 dilanda gempa sekitar 9 skala magnitudo, dan Pulau Enggano tahun 2000 lalu dilanda gempa dengan kekuatan 7,8 skala magnitudio.
Dia mengingatkan, Indonesia memang berada di daerah rawan gempa tektonik. Indonesia dikelilingi beberapa lempeng bumi, yakni Indoaustrali di sebelah selatan, di utara ada lempeng eurasia. Di lempeng tersebut ada bagian kecil bernama lempeng Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Di sebelah timur ada lempeng pasifik. Pergeseran dan tabrakan lempeng-lempeng itu bisa mengakibatkan gempa-gempa besar. ''Wilayah yang harus diwaspadai adalah sebelah selatan Jawa, sebelah barat Sumatra, sebelah selatan NTT, dan sebelah barat Papua,'' kata dia.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mendesak pemerintah untuk membuat sistem peringatan dini tentang gempa dan tsunami. Sistem peringatan dini itu dibutuhkan di wilayah-wilayah rawan, seperti pantai Sumatra, pantai selatan Jawa, pantai selatan nusa Tenggara, dan pantai barat Papua.
Kepala Pusat Penelitian Geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dr Hery Harjono, Rabu (29/12) di Ghradika Bhakti Praja (Gubernuran) mengatakan, tsunami tidak bisa dicegah. Maka upaya yang bisa dilakukan adalah mempersiapkan masyarakat di daerah-daerah rawan untuk menghadapinya.
Masyarakat bisa diberi pengetahuan tentang tanda-tanda awal terjadinya tsunami. Gejala awal yang mudah dirasakan adalah gempa hebat dan air laut tiba-tiba surut.
Pada saat itu di tepi pantai memang banyak ikan terdampar. Namun hal itu jangan membuat warga sekitarnya sibuk mengumpulkan ikan, melainkan harus segera mengungsi. ''Sosialisasi seperti ini bisa dilakukan Pemda, dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi,'' kata dia.
Peringatan dini itu juga mencakup teknik-teknik evakuasi, jalur, dan tujuan pengungsian. Dengan cara itu, korban manusia akibat musibah semacam itu bisa diminimalkan.
Selain itu, peringatan dini juga membutuhkan dukungan peralatan pencatat gempa dan gelombang yang canggih, seperti yang digunakan negara-negara maju. Tanpa menyebutkan harganya, dia mengatakan alat-alat itu cukup mahal.
Kalau pemerintah bisa membeli, maka penempatan alat-alat itu diprioritaskan pada lokasi-lokasi yang paling rawan. Namun kalau tidak mampu, pemerintah bisa melakukan kerja sama internasional, termasuk membangun jaringan komunikasi. Dengan kerja sama semacam itu, Indonesia sebenarnya bisa memperoleh manfaat dari peralatan yang digunakan di negara-negara maju.
Dia mengatakan, saat terjadi gempa yang mencapai 9 skala magnitudo di Samudra Indonesia, pusat penelitian tsunami di Hawai sebenarnya sudah memperkirakan bahwa Aceh bakal diterjangan gelombang besar.
''Persoalannya, para ahli di pusat penelitian itu kesulitan menyampaikan informasi secara cepat pada warga dan pemerintah di wilayah yang bakal diterjang gelombang,'' kata dia.
LIPI sudah melakukan penelitian gempa sejak beberapa tahun lalu. Lokasi yang pernah dijadikan lahan penelitian itu, antara lain kepulauan di sebelah barat Sumatera. Pilihan lokasi itu karena wilayah itu memang sudah berkali-kali dilanda gempa.
Pulau Simelue pada tahun 2002 pernah diterjang gempa dengan skala 7,6 magnitudo, Nias pada tahun 1861 pernah dilanda gempa 8,5 skala Magnitudo, Kepulauan Batu tahun 1935 pernah diguncang gempa dengan skala 7,7 skala magnitudo, Siberut juga pernah dilanda gempa tahun 1600, Sipora tahun 1797 juga pernah mengalami hal serupa, Pagai tahun 1833 dilanda gempa sekitar 9 skala magnitudo, dan Pulau Enggano tahun 2000 lalu dilanda gempa dengan kekuatan 7,8 skala magnitudio.
Dia mengingatkan, Indonesia memang berada di daerah rawan gempa tektonik. Indonesia dikelilingi beberapa lempeng bumi, yakni Indoaustrali di sebelah selatan, di utara ada lempeng eurasia. Di lempeng tersebut ada bagian kecil bernama lempeng Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Di sebelah timur ada lempeng pasifik. Pergeseran dan tabrakan lempeng-lempeng itu bisa mengakibatkan gempa-gempa besar. ''Wilayah yang harus diwaspadai adalah sebelah selatan Jawa, sebelah barat Sumatra, sebelah selatan NTT, dan sebelah barat Papua,'' kata dia.
0 comments:
Post a Comment